Pages

20110320

Tak Semua Pengemis itu Miskin

Kisah ini dari pengalaman nyata seseorang...



jika mendengar kata ‘pengemis’ kita cenderung mengasosiasikannya sebagai kaum marginal yang papa, miskin dan lemah. Memang betul jika yang kita lihat adalah tampilan luarnya ketika mereka ‘bekerja’ yang biasanya mengenakan pakaian yang kumal, lusuh dan mungkin juga berlubang-lubang. Kenapa saya menggunakan istilah ‘bekerja’, karena bagi sebagian besar pelakunya mengemis memang menjadi profesi bukan karena ketidakmampuan melakukan pekerjaan lain.

Mungkin anda bertanya mengapa mereka memilih menjadi pengemis, yang bagi sebagian orang dianggap hina, jelas karena hasil yang didapat lebih besar daripada penghasilan pegawai negeri sipil golongan Illa yang baru diangkat. Anda tidak percaya? Silakan simak pengalaman saya yang kebetulan sempat beberapa kali mendengar dan melihat sisi lain kehidupan seorang pengemis.

Ada seorang pengemis yang tiap hari pasaran Legi (salah satu hari dalam penanggalan Jawa) meminta di kios saya. Kedatangannya rutin sekitar jam satu siang setelah dia selesai meminta-minta di pasar. Suatu ketika dia datang ketika saya kehabisan uang receh (koin) untuk kembalian dan iseng-iseng saya meminta menukarkan uang recehnya jika dia punya.

Dia ternyata mempunyai uang receh tersebut dan mengeluarkan dari kantung kain yang dikalungkan dibalik bajunya. Setelah dihitung ada 73 ribu rupiah dengan nilai pecahan antara 100, 200 dan 500 rupiah. Sementara masih ada beberapa lembar uang kertas seribuan yang dikantunginya.

Sebelum pergi dia bertanya apakah saya masih butuh uang receh, tentu saja saya mengiyakannya. Dia berjanji akan membawakannya pada hari pasaran mendatang. Dan benar, lima hari kemudian dia datang membawa uang koin yang sudah dikantungi dalam plastik masing-masing bernilai 10 ribu rupiah dengan total 300 ribu rupiah. Yang aneh dia datang pagi-pagi sekitar jam delapan dan mengenakan pakaian rapi. Ketika saya tanya dia mengatakan nanti akan ganti baju sebelum mulai bekerja sembari menunjukkan bungkusan plastik yang berisi baju kerjanya.

Siang harinya dia hanya lewat di depan kios namun tidak mampir meminta-minta seperti biasanya, mungkin karena menganggap saya sebagai rekanannya :-) Sejak itu hampir setiap hari pasaran dia menukar uang koin antara 300-500 ribu tiap kali penukarannya. Jika dirata-rata 400 ribu saja per lima hari maka pendapatanya sekitar 2,4 juta rupiah. Itu hanya yang berbentuk uang koin, tidak menghitung uang kertas yang didapatnya. Lumayan bukan?

Pengalaman kedua saya adalah dengan seorang pengemis yang lain, namun sering datang meminta-minta ke kios saya. Kebetulan suatu saat saya sedang bersepeda bersama beberapa teman dan mampir di sebuah warung, kira-kira 15 km dari rumah saya, untuk ngopi. Di dalam warung saya melihat pengemis itu, tetapi sudah tidak memakai baju kerjanya, sedang menikmati makan sorenya. Saya tidak menyapanya karena saya rasa kurang etis dan bisa menjadikan suasana tidak nyaman.

Ketika dia selesai makan dan dihitung oleh pemilik warung ternyata habisnya 85 ribu rupiah termasuk yang dibawa pulang. Setelah pengemis itu keluar, ibu pemilik warung bercerita kalau pengemis itu adalah langganannya dan hampir dua kali seminggu makan di warungnya. Uang 85 ribu untuk sekali makan di daerah saya adalah hal yang hanya bisa dilakukan oleh orang yang berkemampuan finansial menengah atas. Sebagai perbandingan, sekali makan dengan lauk telur didaerah saya hanya seharga tujuh ribu rupiah.

Pengalaman lain tentang kesejahteraan pengemis yang lain saya dengar dari tukang batu saya ketika merenovasi kios. Saat jam istirahat saya berbincang dengan tukang itu di depan kios. Tiba-tiba datang seorang pengemis meminta-minta dan pergi setelah saya memberinya uang. Setelah pengemis itu agak jauh melangkah, tukang saya bercerita jika dia sudah tiga kali dimintai tolong pengemis itu membangun rumah. Namun pengemis itu berpesan kepada tukang-tukang batu yang bekerja padanya agar tidak memanggil dan menyapa ketika bertemu di mana saja.

Tukang batu saya melanjutkan ceritanya bahwa pengemis itu mempunyai empat orang anak dan keempatnya diberi masing-masing sebuah rumah permanen. Menurut tukang saya, rumah yang diberikan untuk anak-anaknya lumayan bagus dan menghabiskan rata-rata 60 juta per rumah. Disamping itu, sang pengemis memiliki beberapa ekor kerbau dan sawah yang cukup luas yang dikelola oleh istrinya.

Jika dihitung kekayaan pengemis itu, dari apa yang diceritakan tukang saya, sudah lebih dari 300 juta rupiah. Bayangkan, 300 juta rupiah dari hasil mengemis belum ditambah menghitung kekayaannya yang lain. Jadi, seorang pengemis belum tentu semiskin seperti penampilannya.

1 comment:

  1. Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
    Sistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
    Memiliki 9 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
    Link Alternatif :
    www.arenakartu.cc
    100% Memuaskan ^-^

    ReplyDelete

Terima Kasih Atas Masukannya